Inkonsistensi Penggunaan Kata “Harus”, “Wajib”, Dan “Dilarang” dalam Undang-Undang Pada Sektor Keuangan

07/03/2024 | Jay_FH | 0

Penataan regulasi bukan hanya dimaknai sebatas hiperregulasi menjadi simplikasi regulasi ataupun disharmonisasi menjadi harmonis,jauh dari pada itu penataan regulasi harus dimaknai sebagai penataan produk regulasi dari hulu sampai dengan hilir yakni dari mulai penyusunan sampai pada pemantauan dan peninjauan guna menciptakan regulasi yang bukan hanya baik secara substansi tetapi baik secara legal drafting.satu dasawarsa pemberlakuan Undang-undang nomor 12 tahun 2011 sebagai pedoman dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Tidak serta merta menjadikan legal drafter konsisten dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.ketidakkonsistenan tersebut terlihat pada penggunaan kata “wajib”, “harus”,dan “dilarang” dalam penyusunan undang-undang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevakuasi konsistensi penggunaan kata “wajib”, “harus” dan dilarang”dalam undang-undang pada sektor keuanagn yang akan berimplikasi pada pemberian sanksi maupun tidak terpenuhinya hak.dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) serta menggunakan metode penafsiran hukum (penafsiran gramatikal dan autentik),penelitian ini menyimpulkan penggunaan kata “wajib”,”harus”,dan “dilarang” dalam batang tubuh undang-Undang pada sektor keuangan masih belum konsisten,Dimana penggunaan kata “harus”acapkali digunakan dalam norma yang berisi larangan dan disertaim dengan sanksi pidana,sebaliknya kata “wajib”dan dilarang”namun tidak disertai dengan sanksi.

(Prof.Rudy,S.H.,LL.M.,LLD, Dewi Nurhalimah,S.H.,M.H.)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Tautan External

Jurnal

Referensi

Fakultas Hukum
Universitas Lampung

Jln. Prof. Soemantri Brojonegoro No.1 Gedong Meneng Bandar Lampung, Indonesia 35145|
Telp :
FAX :
Email: humasfh@fh.unila.ac.id

id_IDIndonesian